Sedikit banyak saya akan membahas tentang bidang yang sedang saya geluti yaitu dunia pendidikan, terlepas dari itu semua, bagi saya dunia pendidikan akan selalu menjadi ranah yang hangat dan tak ada habisnya untuk dibedah dan diperbincangkan, karena ia adalah salah satu bentuk dari berkembang atau tidaknya suatu negara. Dalam hal ini tidak semua orang memiliki kemampuan untuk mengajar atau bermental seorang pendidik, karena hakikatnya menjadi seorang pendidik adalah hal yang tidak mudah. Ada panggilan hati yang akan selalu bergema dan membuat diri tiap orang yang merasa terpanggil untuk selalu memberikan dan membagi apa yang mereka miliki untuk anak didik mereka semaksimal kemampuan yang mereka miliki. Melalui jalan ini seorang manusia mampu membangun peradabanya sendiri.
Pendidik dan pembelajar adalah rantai yang mengacu pada satu titik yaitu "perbaikan". Jiwa-jiwa demikian akan selalu memiliki keinginan untuk mentransfer dan menyerap ilmu yang ada disekitar mereka sepaket dengan apa yang mereka miliki. Mereka adalah kaum pembangun semangat dan sosok yang mampu menginspirasi berbagai kalangan dari mulai anak-anak bahkan sampai usia yang tak berbatas.
Pertanyaan bersarnya adalah.. "Mampukah kita memunculkan dan mengembangkan mental menjadi seorang pendidik yang juga siap menyerap segala ilmu dalam segala aspek?"
Saya pernah mendengar dan memperoleh kata-kata dari KH. Hasan Abdullah Sahal yang ketika saya resapi memang seharusnya ditiap-tiap pendidik memiliki jiwa dan mental yang senada. Kata-kata beliau sangat terkenal didunia pendidikan Gontor yang berbunyi:
"At-thariqah ahammu mina-l-maddah, wa al-mudarris ahammu mina-t-thariqah, wa ruhu-l-mudarris ahammu mina-l-mudarris nafsihi". Kata kuncinya disini ada "Wa ruhu-l-mudarris ahammu mina-l-mudarris nafsihi" (Dan bahwasannya ruh (jiwa) dari seorang pendidik itu adalah lebih penting dari dirinya sendiri) Sampai sebegitu pentingnya jiwa dan mental sebagai pendidik. Saya bahkan pernah mendengarkan diskusi saat saya mengikuti seminar di Sekolah Alam Indonesia Meruyung tentang sebenarnya apa sih yang kita cari? apakah jiwa kita sudah dapat dikatakan pendidik?. Hanya segelintir orang yang berani mengacungkan tangan dan mengatakan bahwa dia terlahir sebagai seorang pendidik yang jiwa dan rasanaya sudah menyatu. Yang lainnya???
Mereka memiliki berbagai alasan. Ada yang menjadi pendidik karena memang tidak ada pekerjaan lain, ada yang menjadi pendidik karena keinginan orang tua, ada yang menjadi pendidik karena entah mengapa tidak sengaja terjebak didunia pendidikan itu sendiri, dan bahkan ada yang menjadi pendidik karena dari awalnya salah jurusan. Diantara sekian banyak alasan, saya termasuk salah satu golongan itu. Golongan yang belum bisa sepenuhnya merasakan ruhu-l-mudarris. Namun, apakah ruhu-l-mudarris itu dapat tumbuh baik tanpa disadari maupun disadari? jawabannya... tentu saja iya. Jiwa itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu dan kejadian yang ada. Lebih jelasnya.. ruh dan jiwa dalam mengajar adalah sangat penting menimbang beberapa hal yang akan berpengaruh diantaranya bagi diri sendiri, saat kita menyenangi dan melakukannya dari hati, maka pekerjaan apapun akan terasa sangat mudah, kemudian anak didik, mereka ada manusia jadi kita harus mengerti betul bagaimana caranya memanusiakan manusia, dari segi finansial, saat kita melakuan segalanya dengan hati, tanpa kita sadari finansial pun akan ikut membuntuti. Itulah mengapa soul of teaching itu harus dimiliki oleh tiap pendidik bahkan tiap orang, karena itu akan lebih menghidupkan hidup.
No comments:
Post a Comment